Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Jl. KH. Agus Salim, Kota Baru - Jambi

Telp. 0741-40131, Fax. 0741-445293, Email : ptajambi@yahoo.com

Logo Artikel

7294 IDENTITAS

Identitas

GEDUNG PTA OK

  

Identitas merupakan elemen fundamental yang mencerminkan siapa kita sebagai individu atau kelompok. Identitas dapat berbentuk personal (individu) maupun kolektif (kelompok). Identitas mencakup berbagai aspek, seperti budaya, agama, etnis, bahasa, hingga pengalaman pribadi. Meskipun identitas membantu membentuk jati diri seseorang atau kelompok, sering kali muncul problematika yang terkait dengan identitas, terutama dalam konteks globalisasi, modernisasi, dan interaksi antarbudaya.

Pengertian Identitas

Identitas adalah ciri atau karakteristik yang melekat pada seseorang atau kelompok yang membedakannya dari yang lain. Identitas individu mencakup nama, gender, latar belakang keluarga, dan pengalaman hidup. Sementara itu, identitas kelompok seringkali didasarkan pada kesamaan budaya, agama, bahasa, atau nilai-nilai bersama.

Problem dalam Identitas

Berikut adalah beberapa problematika yang sering muncul terkait identitas:

Krisis Identitas

Dalam era globalisasi, banyak individu atau kelompok mengalami kebingungan mengenai identitas mereka. Misalnya, generasi muda yang terpapar budaya asing sering kali merasa terpisah dari budaya asal mereka, sehingga muncul konflik antara identitas tradisional dan identitas modern.

Diskriminasi dan Stereotip

Identitas sering menjadi alasan munculnya diskriminasi, seperti berdasarkan ras, agama, atau orientasi seksual. Stereotip negatif terhadap kelompok tertentu dapat memperburuk masalah ini, menciptakan ketidakadilan sosial.

Asimilasi dan Kehilangan Identitas

Dalam upaya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, individu atau kelompok sering dipaksa untuk meninggalkan identitas asli mereka. Hal ini dapat terjadi pada imigran atau kelompok minoritas yang menghadapi tekanan untuk berasimilasi dengan budaya mayoritas.

Politik Identitas

Politik identitas adalah penggunaan identitas sebagai alat untuk mencapai kekuasaan politik. Meskipun dapat memperjuangkan hak-hak kelompok tertentu, sering kali politik identitas menimbulkan konflik antar kelompok dan memperdalam perpecahan sosial.

Kompleksitas Identitas Ganda

Dalam masyarakat multikultural, individu sering memiliki identitas ganda atau bahkan plural. Contohnya adalah seseorang yang memiliki latar belakang etnis campuran atau yang tinggal di lingkungan budaya yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan dilema tentang kesetiaan terhadap salah satu identitas.

Untuk mengatasi problematika identitas, beberapa solusi dapat diambil:

Pendidikan Multikultural

Mengajarkan toleransi dan pemahaman terhadap keragaman budaya dapat membantu mengurangi konflik identitas.

Dialog Antar Budaya

Memfasilitasi dialog antara kelompok yang berbeda dapat meningkatkan pemahaman dan menghormati identitas satu sama lain.

Penguatan Identitas Lokal

Mempertahankan tradisi dan budaya lokal di tengah pengaruh globalisasi dapat membantu menjaga identitas asli tanpa harus menolak modernisasi.

Kebijakan Inklusif

Pemerintah dan organisasi harus menerapkan kebijakan yang mendorong keberagaman dan kesetaraan, sehingga semua identitas merasa dihormati dan dihargai.

Islam Identitas

Kita dapat melihat beberapa ayat Al-Quran yang memiliki nilai-nilai persatuan, menjunjung tinggi keadilan dan membuang jauh-jauh tindakan diskriminasi serta kezaliman terhadap orang lain. Keadilan tidak boleh digulingkan sebab kebencian terhadap kelompok lain. 

Terkait hal tersebut, Allah berfirman dalam surat Al-Ma'idah ayat 8 yang artinya, “Hai

orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil”.     Al-Quran juga melarang tindakan menghina, menggunjing dan merendahkan orang lain. Larangan tersebut dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 12: yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.”

Justru dengan adanya keragaman, Islam memerintahkan kita untuk saling mengenal satu sama lain. Keunggulan di antara manusia pada hakikatnya ditentukan dengan ketakwaan kepada Allah Swt.

Dalam surat Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman: yang artinya, “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

Nilai-nilai positif dalam kedua ayat di atas tentu harus dijunjung tinggi dalam perpolitikan.

Hal-hal yang di luar kendali seperti lahirnya identitas politik tetap harus berpedoman pada nilai dan etika yang ada dalam kedua ayat tadi.    Dalam sejarahnya, salah satu bentuk politik identitas pun pernah digunakan oleh Rasulullah Saw. Misalnya dalam hal berpakaian, beberapa kali Nabi bersabda soal poin pembeda antara umat muslim dengan umat Yahudi atau Nasrani dalam hal gaya rambut hingga model pakaian. Misalnya hadits dalam Shahih al-Bukhori, yang

artinya, dari Abu Hurairah ra, "Bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka.” (HR al-Bukhari).   Perbedaan-perbedaan di atas pada dasarnya hanya dalam kondisi tertentu seperti ketika perang, untuk membedakan pasukan maka rambut pun diberi warna.

Hanya saja, meski Nabi memerintahkan perbedaan dalam beberapa kondisi, dalam hal yang bukan termasuk wahyu, Nabi pernah serupa gaya menyisirnya dengan ahli kitab. Riwayat tersebut disampaikan Imam al-Bukhari, yang artinya: dari Ibnu ‘Abbas ra, beliau berkata; "Nabi Saw. suka menyamai ahli kitab di sebagian perkara yang tidak diperintahkan, ahli kitab suka mengurai rambut mereka, sedangkan orang-orang musyrik biasa membelah rambut mereka, maka beliau lebih suka mengurai rambut bagian depannya, kemudian beliau membelahnya".     Perbedaan yang Nabi tonjolkan di masa itu tentunya berdasarkan suatu maslahat yang berkaitan dengan eksistensi Islam sebagai agama baru di tengah masyarakat paganis.   Kendati perbedaan tersebut ditampilkan oleh Nabi, beliau melarang umatnya untuk mencaci dan melaknat orang lain.

Rasulullah saw bersabda, yang artinya: “Rasulullah saw bukanlah orang yang biasa mengucapkan kata-kata jorok, bukan pengutuk, dan bukan pencaci maki.” (HR al-Bukhari).

Dalam riwayat lain Rasulullah saw menegaskan, yang rrtinya, “Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan.” (HR Muslim).

Pada akhirnya apabila kita melihat beberapa ayat dan hadits di atas, maka sejatinya unsur kebencian dan merendahkan satu sama lainlah yang dilarang dalam segala sesuatu, di antaranya dalam bersosialisasi dan berpolitik. Apabila justru karena politik identitas dapat menghasilkan perpecahan sebab satu kelompok dengan kelompok lainnya saling merendahkan dan berasumsi buruk, maka tentu hal ini dilarang oleh Islam dan harus dicegah oleh kita semua.

Wallahu a'lam bi showab

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in

 

Wass ww Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart

Jambi, 19 November 2025

 

Dr. Chazim Maksalina, M.H.

 


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas