Pintar Menjaring Informasi

Internetisasi dari segala aspek kehidupan manusia saat ini telah membawa dampak yang sangat serius terhadap cara manusia menerima kebenaran. Sebelum dunia dikelilingi oleh kekuatan Internet, era informasi tentang pengetahuan sangat mahal dan sulit ditemukan, karena hanya dapat diperoleh melalui media cetak dan elektronik seperti koran, majalah, radio dan televisi. Inilah sebabnya mengapa manusia di era pra-internet berlomba-lomba untuk menemukan kebenaran pengetahuan ini melalui pengujian dan kritik.
Kondisi ini memunculkan battle for truth (pertempuran untuk kebenaran). Saat ini bukan manusia yang mengejar ilmu dan informasi lagi, tetapi informasi yang menyerbu kepada manusia. Penemuan informasi dan pengetahuan baru menjadikan kita begitu instan dan mudah dalam segala hal. Terjadi pergumulan antara manusia dan informasi dalam memilih, memilah dan menjaring antara informasi yang benar dan hoax. Sangat memprihatinkan, sekitar 65 persen orang Indonesia percaya pada hoaks. Akibatnya, kita harus rela meluangkan waktu struggle (berjuang) untuk memeriksa keaslian setiap informasi yang disuguhkan oleh media.
Menjaring Informasi Versi Islam
Dalam al-Qur’an diperintahkan, orang yang beriman agar menerima berita secara hati-hati dan melakukan tabayun klarifikasi (mencari kejelasan) secara lengkap sehingga memperoleh informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan sikap seperti itu maka tidak akan menimbulkan penyesalan di masa yang akan datang. Allah berfirman yang artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
(Q.S. Al-Hujurat, 49: 6).
Dari ayat tersebut, kita bisa mengambil pelajaran bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya selalu memeriksa kembali dengan teliti tentang berita-berita atau informasi yang didapatkan dari orang-orang fasik(orang beriman tetapi tidak mengamalkan perintah dan laranganNya). Bahkan suka melakukan perbuatan dosa, dusta dan bohong.
Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan suatu hadis dari Nabi saw yang menjelaskan:
“ Cukup seorang itu menjadi pendusta bila ia membicarakan semua informasi yang didengarnya ”. (HR. Muslim).
Hadits ini, menjelaskan pada kita bahwa orang yang menceritakan segala sesuatu yang ia dengar, berarti ia juga banyak berdusta, karena apa yang ia dengar tidak selamanya mengandung kebenaran, sebagian dari padanya adalah dusta yang datang dari orang lain.
Adalah sikap yang tidak bijaksana dan amat bodoh apabila selalu menceritakan segala apa yang kita dengar dari orang lain.
Kita sekarang berada di era post truth , kebenaran tidak lagi datang dari sesuatu yang faktual , valid , dan akurat. Tapi datang dari ruang hampa dunia, maya yang tidak pernah memiliki pijakan, melenceng, fabrikasi, atau hanya opini.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi yang hidup di era post truth saat ini perlu kiranya membentengi diri dengan kedigitalan dan mengedukasi masyarakat agar tidak terbawa arus informasi hoax yang menyesatkan dan malah merusak kedamaian bangsa kita ini.
ASN dan Penyebaran Informasi
Fenomena penyebaran informasi menunjukkan betapa mudahnya ruang digital dikapitalisasi oleh kepentingan (apa saja) yang ingin menggiring persepsi publik. Kita mesti sadar di era media sosial, satu unggahan viral bisa menghapus kerja keras lima tahun atau satu dekade.
Aparat Sipil Negara, di dalamnya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), harus memahami sekaligus memedomani dalam bermedia sosial. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi (KemenPANRB) telah mengeluarkan Surat Edaran tanggal 21 Mei 2018, Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebaran Informasi Melalui Media Sosial. Ada delapan item tentang kewajiban dan larangan Aparat Sipil Negara (ASN) dalam bermedia sosial, yaitu:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, setia, dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia, serta menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
2. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur, memegang nilai dasar ASN, dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN;
3. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara, memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
4. Tidak menyalahgunakan informasi intern negara untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
5. Menggunakan sarana media sosial secara bijaksana, serta diarahkan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI);
6. Memastikan bahwa informasi yang disebarluaskan jelas sumbernya, dapat dipastikan kebenarannya, dan tidak mengandung unsur kebohongan;
7. Tidak membuat dan menyebarkan berita palsu (hoax), fitnah, provokasi, radikalisme, terorisme, dan pornografi melalui media sosial atau media lainnya;
8. Tidak memproduksi dan menyebarkan informasi yang memiliki muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman.
Mari kita bertindak cerdas dengan mengedepankan wisdom bijak untuk menggunakan media sosial kita. Semoga kita menjadi orang yang pintar menjaring informasi dan cerdas memviral content ke ranah publik.
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Jambi, 27 Oktober 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas



