Sang Anak

Bulan November tanggal 11, 12 dan 17 sungguh hari bersyukur dan menggembirakan bagi penulis karena tanggal tersebut bertepatan dengan ulang tahun anak kedua, anak bungsu (17 Nov) dan anak menantu. Teringat pula setiap tanggal 12 November diperingati sebagai hari ayah nasional. Hari ayah nasional diperingati untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya menghargai perjuangan dan dedikasi para ayah, juga menjadi pengingat bahwa peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu dalam menjaga keutuhan keluarga.
Yang menjadi ironi adalah Indonesia tercatat sebagai negara peringkat tiga fatherless (tanpa ayah), yaitu absennya peran ayah dalam pengasuhan anak. Banyak anak yang secara biologis masih memiliki ayah, namun tidak merasakan kehadirannya secara fisik maupun psikologis.
Padahal negara kita dikenal dengan masyarakat yang paling agamis. Bahkan di dalam Al Qur'an tercatat ada 14 kali pengulangan ayat yang mengisahkan hubungan ayah dan anak. Sementara antara ibu dan anak tiga kali.
Bagaimana Al Qur'an mengabadikan kisah Luqman dengan anaknya, dialog nabi Adam dengan kedua anaknya Qabil dan Habil, nabi Nuh dengan anaknya Kan'an, dialog Ibrahim dengan Ismail saat Ibrahim melaksanakan niatnya untuk menyembelih anaknya Ismail. Demikian halnya nabi Ishaq dengan anak turunnya, Ya'kub dengan Yusuf, Zakaria dengan Yahya.
Sungguh peran ayah sangat vital dalam keluarga namun yang terpenting, bagaimana anak harus merasakan kehadirannya. Fenomena fatherless disebabkan oleh hilangnya peran ayah dalam pengasuhan anak karena ayah menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga.
Faktor utama penyebab fenomena fatherless di Indonesia adalah alasan ekonomi, sosial, dan budaya. Ketika seorang ayah harus mencari nafkah, mereka seringkali tidak memiliki waktu untuk mengurus anak di rumah. Padahal, peran ayah sangat penting dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menyerasikan pengalaman anak pada hari ulang tahunnya dan mengambil hikmah diperingatinya hari ayah nasional.
Oleh karena itu, sangat relevan, kali ini kita mengangkat sekelumit isi buku Ayyuha al-Walad(Wahai Ananda), nasihat penting Imam Al-Ghazali kepada murid, yang dianggap sebagai sang anak.
Tugas seorang pencari ilmu adalah menuntut ilmu, bukan menunggu ilmu karena ilmu tidak datang tapi didatangi. Namun siapa yang tahu ilmu mana yang akan bermanfaat kelak. Andaikata ia tahu kelak akan menjadi apa, tentu ia akan mempersiapkan bekal mulai dari sekarang.
Al-Ghazali memanggil muridnya dengan sebutan wahai ananda. Kalimat ini menjadikan orang yang diberi nasihat merasa tenang dan percaya kepada pemberi nasihat.
Al-Ghazali mengawali nasihatnya dengan kalimat yang sangat indah. Ia me manggil, dengan panggilan penuh simpati juga mendoakannya. Kata Al-Ghazali, "Wahai ananda tercinta. Se moga Allah memanjangkan usiamu agar bisa mematuhi-Nya. Semoga pula Allah memudahkanmu dalam menempuh jalan orang-orang yang dicintai-Nya."
Setelah memanggil dengan sebutan yang melahirkan ketenangan hati bagi muridnya, Al-Ghazali mendoakan dengan doa mengenai perkara mulia yang manusia selalu mengharapkannya, yaitu diberi usia yang panjang. Bukan sekadar panjang usia, sang Imam mendoakan agar usia yang panjang itu bisa digunakan untuk mematuhi perintah- perintah Allah. Itulah usia yang penuh berkah.
Selanjutnya, Al-Ghazaly mendoakan agar Allah memudahkannya dalam menempuh jalan orang-orang yang dicintai-Nya. Jalan itu adalah jalan Islam, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang Allah anugerahi nikmat. Mereka adalah para nabi, shiddiqin, syuhada', dan shalihin. Agar bisa menempuh jalan tersebut, kita wajib menauladani dengan mereka.
Al- Ghazali mengingatkan bahwa nasihat yang akan ia sampaikan bukanlah sesuatu yang baru. Ia hanya menyampaikan kembali nasihat Rasulullah SAW, dengan mengatakan, "Nasihat yang tersebar itu ditulis dari perbendaharaan kerasulan ' alaihi shalatu was salam.
Di antara sekian banyak nasihat yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umatnya adalah sabda beliau, 'Salah satu tanda bahwa Allah Ta'ala berpaling dari seorang hamba adalah menjadikan hamba itu sibuk dengan perkara yang tidak memberinya manfaat. Apabila seseorang kehilangan usianya sesaat saja untuk sesuatu di luar tujuan ia diciptakan, yaitu untuk beribadah, sungguh ia layak mengalami penyesalan yang berkepanjangan.
Wahai anakku, nasehat itu mudah tetapi berat untuk menerimanya karena sesungguhnya nasehat dalam rasa orang-orang yang menuruti hawa nafsu terasa pahit, sebab larang-larangan lebih dicintai di dalam hati mereka, terkhusus bagi orang yang menuntut ilmu formal, orang yang tersibukkan dengan keutamaan diri dan prestasi dunia. Dia mengira bahwa ilmu saja akan dapat menjadi penyelamat dan penolongnya dan ia tidak perlu untuk mengamalkannya. Ini adalah keyakinan orang-orang salah, maha suci Allah yang maha agung. Orang yang tertipu ini tidak mengetahui bahwa ketika dia menghasilkan ilmu, ketika ia tidak mengamalkan ilmunya, maka ada ladasan yang menguatkan terhadapnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Siksa paling berat manusia di hari kiamat adalah orang alim yang mana Allah tidak menjadikannya bermanfaat dalam ilmunya".
Tanda tidak bermanfaatnya ilmu seseorang adalah ketika ilmu itu tidak diamalkan. Ibarat manusia, ilmu yang tidak diamalkan adalah manusia tanpa pakaian. Manusia yang berjalan di tempat umum tanpa mengenakan pakaian tentu akan dikatakan sebagai orang gila dan orang tidak normal. Begitu pula ilmu. Ilmu tanpa amal adalah ilmu tidak normal. Sebab, amal adalah pakaian bagi ilmu. Oleh karena itulah, Al-Ghazali menyebut ilmu tanpa amal sebagai al-'ilm al-mujarrad yang secara harfiah berarti ilmu telanjang.
Ilmu tanpa amal hanya membawa bencana bagi pemiliknya. Oleh karena merasa dirinya berilmu, orang yang mengumpulkan ilmu tanpa disertai amal akan sulit menerima nasihat, terlebih jika nasihat itu datang dari orang yang secara level berada di bawahnya. Mengapa ia sulit menerima nasihat, karena menerima nasihat adalah bagian dari amal, bahkan menjadi pembuka bagi amal-amal lainnya. Sementara itu, orang tadi terbiasa tidak mengamalkan ilmunya.
Untuk menyingkat uraian, penulis hanya menukilkan dua nasihat Al Ghazali yang terdapat dalam Ayyuhal Walad, semoga menjadi perenungan untuk kita semua.
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa sallim ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Bogor, 13 November 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas



