Penerapan Pasal Alasan Perceraian II
Mungkin dalam beberapa hari ini penulis masih perlu membahas alasan perceraian terutama ekstensifikasi pemaknaan dan interpretasi pasal-pasal dalam peraturan perundangan tersebut.
Sebagaimana kita ketahui bersama, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang bermuara pada terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga atau sudah tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, bahkan dalam doktrin yang dibangun oleh Mahkamah Agung RI. melalui yurisprudensi nomor 38 K/AG/1990 tanggal 5 Oktober 1991, yang harus diterapkan dalam perkara perceraian adalah pecahnya rumah tangga (broken marriage) bukan matrimonial guilt(mencari siapa yang salah) oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkan dan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat Cerai gugat) atau Pemohon dan Termohon (Cerai Talak).
Demikian juga yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang lainnya yaitu nomor 28 PK/AG/1995, tanggal 16 Oktober 1996 yang harus diterapkan dalam perkara perceraian bukanlah matri monial guilt (mencari pihak yang salah) akan tetapi broken marriage (pecahnya rumah tangga) oleh karenanya tidaklah penting menitikberatkan dan mengetahui siapa yang bersalah yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan pertengkaran akan tetapi yang terpenting adalah mengetahui keadaan senyatanya yang terjadi dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat.
Perceraian terjadi dengan alasan pasal 19 huruf (a) No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf a KHI yaitu salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a UU.No. 1/1974 , jo. Pasal 19 (a) PP. No. 9/1975, jo. Pasal 116 huruf a KHI).
Kalimat salah satu pihak berbuat zina dapat menjadi alasan perceraian. Zina adalah bentuk penyaluran biologis yang dilarang dalam agama Islam dan termasuk perbuatan yang haram di mana pelakunya akan mendapat siksa jika tidak mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Dan Allah SWT akan mengampuninya setelah ia bertaubat dengan sebenar-benarnya (taubatan nashuha).
Berbuat zina di samping perbuatan yang hina (fahisah), juga akan menurunkan martabat dan citra pelakunya di tengah masyarakat, di samping itu jika salah satu pasangan suami istri berbuat zina akan membuat marah salah satu pasangannya dan berlanjut pada pengungkitan perbuatan zina yang berkepanjangan, barang kali dalam benak suami yang istrinya berzina atau istri yang suaminya berbuat zina dengan orang lain akan bertanya -tanya, mengapa pasangan hidup saya berbuat zina, mengapa ia sudah tidak setia, apa salah dan apa kekurangan saya dan banyak pertanyaan lain yang berkecamuk di hati pasangannya, sehingga membuat hati orang yang pasangan hidupnya berzina menjadi hancur berkeping-keping sehingga semakin lengkaplah segala penderitaan pasangan hidupnya.
Sedikit uraian di atas dan melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat dengan sekali saja berbuat zina, cukup menjadi alasan perceraian. Karena akibat buruk yang ditimbulkan dari berbuat zina sangat besar. Walaupun dilakukan hanya sekali berbuat zina sudah cukup dapat dijadikan sebagai alasan perceraian.
Sedangkan alasan atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, membutuhkan pengulangan perbuatan karena kata mabuk, madat dan judi jika didahului awalan pe menunjukkan arti pengulangan/sering, namun demikian meskipun berbuat mabuk, madat dan judi baru satu kali dilakukan tetap dapat dijadikan sebagai alasan perceraian.
Tentang alasan perceraian sebagaimana tercantum dalam pasal pasal 19 huruf a PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf a KHI yaitu salah satu pihak berbuat zina, atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a UU.No. 1/1974 , jo. Pasal 19 (a) PP. No. 9/1975, jo. Pasal 116 huruf a KHI), diakhiri dengan kalimat yang berbunyi dan lain sebagaimanya yang sukar disembuhkan dengan kalimat yang demikian ini hakim diberi kebebasan untuk membuat penilaian tentang hal-hal lain yang dapat dijadikan alasan perceraian selain yang telah terurai di atas yaitu di luar alasan menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi.
Berdasarkan dari kalimat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, maka ada hal yang dimungkinkan untuk perluasan alasan perceraian yang tidak kalah kejinya dibandingkan dengan berbuat zina seperti liwath (homo seks), sahaq (lesbian), bestiality (menyetubuhi binatang), semua perbuatan di atas, dapat dijadikan alasan perceraian, karena tingkat kekejiannya sama dengan berbuat zina sehingga meskipun untuk alasan perceraian ditujukan pada hal-hal yang sukar disembuhkan, tetapi khusus untuk perluasan alasan di atas tidak perlu dilakukan berulang-ulang /sering tetapi dengan sekali saja perbuatan tersebut dilakukan sudah cukup untuk dapat dijadikan alasan perceraian walaupun sekali diperbuat.
Dengan perluasan alasan seperti di atas sebagai alasan perceraian, maka jika terdapat kasus perceraian dengan alasan pada hal-hal di atas, tidak perlu lagi dipaksakan ke arah formulasi perselisihan dan pertengkaran yang diatur oleh pasal 19 huruf (f) PP. No. 9/1975 Jo. Pasal 116 huruf f KHI tetapi sebaliknya dapat mencukupkan dengan menunjuk pasal-pasal alasan perceraian sebagaiamana tercantum dalam angka 1 tersebut.
Dan kalau memang terdapat alasan No. 1 telah terbukti serta terbukti pula ada perselisihan dan pertengkaran sebagaimana alasan perceraian angka 6, maka tidak ada salahnya di samping menunjuk ketentuan angka 1 juga menunjuk ketentuan pasal tentang perselisihan dan pertengkaran yang termuat dalam angka 6.
Sedangkan untuk perluasan (ektensif) dari kata pemabuk, pemadat, penjudi, bermakna sangat luas dan bahkan akibatnya lebih parah dibandingkan menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi, perluasan tersebut antara lain seperti penipu, perampok, pencuri, pembunuh, pemeras, penodong , pencopet, penadah barang curian dan lain sebagainya, perbuatan-perbuatan tersebut dapat dipastikan tidak lebih baik daripada menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi, sehingga tidak terhalang untuk dapat dimasukkan sebagai alasan perceraian (menarik untuk didiskusikan).
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Jambi, 13 Agustus 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas