Penerapan Pasal Alasan Perceraian
Pernikahan merupakan lembaga yang sakral, ia dilandasi suatu ikatan perjanjian yang (sangat) kuat mitsaqan ghalidhan antara suami isteri. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga sakinah , mawadah wa rahmah (QS Ar Rum: 21). Demikian pula yang disuratkan dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2019.
Lembaga perkawinan memiliki juga tujuan mulia seperti hifdzul nasl menjaga keturunan (generasi) akan tetapi keutuhan keluarga itu sendiri tidak selamanya berjalan sesuai yang dicita-citakan. Ketidak rukunan, ketidakcocokan, pertengkaran bisa saja terjadi di antara pasangan suami isteri.
Dalam kaitan dengan itu, penulis sekelumit ingin berbagi informasi tentang alasan perceraian dalam keluarga, khususnya penjelasan Pasal 39 ayat 2 angka (6) UU No. 1 Tahun 1974 yang diubah denga UU No. 16 Tahun 2019 Tentang Petkawinan, Pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975, dan Pasal 116 huruf (f) Tahun 1991Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Sebagai rujukan dapat kita lihat data angka perceraian yang masuk di seluruh pengadilan Agama sewilayah Pengadilan Tinggi Agama Gorontalo, dengan alasan angka 6 atau huruf (f) tahun 2024 sebagai berikut; PA Gorontalo 412, PA Limboto 381, PA Tilamuta 133, PA MArisa 166, PA Suwawa 200 dan PA Kwandang 157 perkara, total jumlah perkara yang masuk sebanyak 1449.
Dalam penjelasan pasal 39 UU.No.1/1974 jo. UU No. 16/2019 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tersebut dijelaskan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah :
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (a) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam) .
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain di luar kemampuannya (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf b UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (b) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam).
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf c UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (c) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam).
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf d UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (d) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam).
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kwajibannya sebagai suami/istri (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf e UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (e) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam).
6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (f) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam). Alasan-alasan tersebut di atas masih ditambah 2 ( dua) lagi sebagaimana tercantum dalam pasal 116 huruf (g dan h) kompilasi hukum Islam yaitu :
7. Suami melanggar taklik talak (pasal 116 huruf (g) Kompilasi Hukum Islam) dan
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga (pasal 116 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam).
Dengan demikian, dapat kita simpulkan alasan-alasan perceraian adalah karena zina, mabuk, madat, judi, meninggal, salah satu dipenjara, poligami, KDRT, cacat badan, perselisihan pertengkaran terus menerus, kawin paksa, murtad dan karena ekonomi.
Untuk membatasi pembahasan, tulisan ini hanya memfokuskan alasan perceraian pada Pasal 39 atau Pasal 19 atau Pasal 116 huruf (f) baik yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974/UU No. 16 Tahun 2019, Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) KHI Tahun 1991.
Pasal tersebut berbunyi sebagai betikut "bahwa antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga" (penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf f No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (f) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam).
Alasan perceraian nomor 6 atau dikenal dengan Pasal huruf (f) tersebut di atas dapat dimaknai sebagai berikut; Jika antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan tidak ada harapan lagi untuk dapat hidup rukun dalam rumah tangga, maka keadaan seperti ini dapat dijadikan alasan perceraian. Jika antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus akan tetapi masih ada harapan bagi suami istri untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka tidak dapat dijadikan alasan perceraian. Dan jika antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus baik masih ada harapan atau tidak ada harapan lagi bagi suami istri untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga, tidak dapat dijadikan alasan perceraian.
Dipisahkannya kata perselisihan dan pertengkaran dalam alasan perceraian angka 6 atau huruf (f) tersebut di atas, mempunyai maksud yang berbeda. Di dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, perselisihan adalah persengketaan yang harus diputuskan lebih dahulu sebelum perkara pokok dapat diadili dan diputus (halaman 1174) sedangkan pertengkaran adalah percekcokan, perdebatan, yang kedua kata tersebut adalah komulatif, yang menunjukkan bahwa perselisihan berbeda dengan pertengkaran .
Oleh karena kehendak kalimat dalam angka 6 atau huruf (f) tersebut di atas adalah “ terus menerus “ maka pengertian dan pengembangan maknanya diserahkan kepada hakim untuk menilainya, apakah perselisihan dan pertengkaran suami istri dikatagorikan terus menerus atau tidak, apakah masih ada harapan untuk hidup rukun lagi atau tidak, atau apakah setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran suami istri masih hidup rukun lagi dalam rumah tangganya atau tidak. Semua diserahkan kepada penilaian hakim karena hakimlah yang punya otoritas untuk itu.
Adanya ketentuan yang menyatakan perselisihan dan pertengkaran dan ditambah dengan kalimat terus menerus bukanlah harga mati sebagai alasan perceraian akan tetapi hanyalah alat bantu bagi hakim untuk menjatuhkan penilaian apakah suami istri masih ada harapan untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga atau tidak, sehingga kesimpulannya kondisi tidak adanya harapan bagi suami istri untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga merupakan alasan perceraian yang mendominasi ketentuan alasan perceraian angka 6 atau huruf (f) tersebut. Kalau begitu syarat terus menerus bukan harga mati bagi alasan perceraian karena faktanya banyak kasus suami istri yang tidak pernah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus akan tetapi mereka tidak pernah berkumpul sebagai suami istri, karena begitu selesai akad nikah mereka langsung berpisah dan pulang ke rumah masing-masing, perkawinan mereka karena digerebek dan dipaksa untuk kawin, padahal maunya sama-sama hanya pacaran saja dan tidak menghendaki perkawinan, maka dalam hal ini penulis cenderung melihat latar belakang masing-masing pihak yang sebenarnya dan layak hakim menjatuhkan penilaian bahwa mereka sama-sama menghendaki perceraian dan sudah tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga, misalnya perkawinan baru seumur jagung , tidak pernah bertengkar apalagi terus menerus dan nyatanya memang tidak ada harapan untuk hidup rukin dalam rumah tangga, maka unsur tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga itulah kuncinya, kalau memang hati nurani mengatakan suami istri sudah tidak akan dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga lalu apa perlunya mereka menunggu dulu untuk menjalani perselisihan dan pertengkaran dan syarat lainnya yaitu terus menerus, kalau ini yang terjadi maka secara tidak langsung menyiksa hati kedua belah pihak dalam waktu yang berkepanjangan sehingga madlaratnya lebih banyak dari pada manfaatnya. Oleh karena itu untuk penerapan alasan perceraian angka 6 atau huruf (f) di atas diserahkan kepada penilaian hakim dan hakim dapat menerapkannya secara fleksibel adalah lebih bijaksana.
Ada perselisihan dan pertengkaran yang orang lain tidak tahu, yaitu perselisihan dan pertengkaran secara diam-diam , tidak diperlihatkan dalam pertengkaran mulut atau kelihatan secara adu pysik tetapi suami istri tidak tegur sapa, tidak mau melayani suami atau istrinya dalam waktu yang lama, diam seribu bahasa atau hanya menangis ketika ditanyakan apa masalah yang sedang terjadi. Jadi begitu luasnya istilah perselisihan dan pertengkaran sehingga alasan ini mendominasi alasan perceraian di Indonesia.
Demikian tulisan ini hanya membatasi satu permasalahan alasan perceraian dengan interpretasinya.
Wallahu a'lam bi showab
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart
Jambi, 12 Agustus 2025
Dr. Chazim Maksalina, M.H.
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas