Untuk menjaga marwah hakim, dalam bertindak, dia harus memedomani kode etik sebagaimana diatur dalam 10 kode etik pedoman perilaku hakim (KEPPH). Kode etik ini diberlakukan bagi setiap hakim baik di dalam maupun di luar kedinasan.

           Pembahasan kali ini akan mendalami perkataan seorang filosof besar Yunani kuno Socrates, yang menurut penulis sangat relevan dengan isi kode etik perilaku hakim. Sebagai hakim perlu untuk selalu mengintrospeksi dalam melaksanakan tugas mulianya, agar tidak keluar dari norma hukum, norma adat, norma agama dan norma susila. Sehingga seorang hakim benar-benar menjadi cerminan pribadi yang arif bijaksana.

           Oleh karena itu ada relevansinya kita memahami empat hal yang mesti dimiliki hakim, sebagaimana yang dikatakan filosof besar Yunani tersebut. Empat hal yang diingatkan Socrates yang mesti dimiliki hakim tersebut, yaitu to hear courteusly, mendengarkan dengan santun, to answer wisely, menjawab dengan bijak, to consider soberly, mempertimbangkan dengan tenang, dan to decide impartially memutuskan dengan tanpa memihak.

          Sejak zaman kuno hingga modern, definisi mulia yang disematkan pada hakim tidak pernah berubah. Kemudian, dalam bahasa Indonesia, hakim diartikan sebagai orang yang pandai, berbudi dan bijak.

          Pertama, hakim harus mendengar dengan sopan, santun dan penuh perhatian. Kemampuan dan kemauan mendengar dengan sungguh-sungguh dan dibarengi sopan santun seorang hakim, sangat menentukan dalam proses persidangan berjalan dengan baik. Dengan sikap yang demikian para pihak pencari keadilan akan hormat terhadap figur hakim dan lembaga peradilan.

         Kedua, hakim harus menjawab dengan bijak. Dalam persidangan, pasti akan terjadi dialog antara hakim dengan pencari keadilan, oleh karena itu hakim harus terampil dalam berdialog. Teknik mengajukan pertanyaan tanpa menyinggung perasaan penting, akan tetapi berikan jawaban yang bijak kepada para pihak, itu lebih penting.

        Ketiga, hakim harus mempertimbangkan dengan tenang. Membuat pertimbangan adalah inti dari rangkaian profesi hakim yang paling penting. Sebagaimana kita pahami ruh putusan hakim itu ada di pertimbangan hukum. Oleh karena itu ketika hakim menyusun pertimbangan hukum harus dalam suasana tenang penuh kesadaran. Ada istilah hakim itu kerja dalam kesunyian kesenyapan. Karena dia kerja sendirian.

          Keempat, hakim harus memutuskan tanpa memihak. Inilah cerminan hakim yang paling utama. Dia tidak boleh memihak kepada salah satu pihak. Hanya dengan ketidakberpihakan keadilan dapat diwujudkan.

         Prinsip moral mendasar dalam diri seorang hakim juga difirmankan dalam kitab suci. Dalam Al Quran, surat Shad ayat 26 yang artinya "Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak (benar) dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah". Demikian halnya dalam Alkitab juga menegaskan bahwa "hakim adalah orang yang takut Tuhan, orang yang benar dan tidak mengikuti hawa nafsu". Kemuliaan yang dituntut dari hakim adalah hal yang sewajarnya, karena jaminan tegaknya keadilan berada pada genggaman hakim.

Semua itu yang menjamin integritas hakim sebagai penjaga keadilan yang akan melahirkan rasa aman dan ketertiban dalam masyarakat. Integritas hakim adalah penjaga kokohnya rajutan kehidupan sosial masyarakat dan menjadikan tegaknya bangsa.

             Kira sangat menyadari, tidak ada manusia tanpa cela karena manusia adalah makhluk yang lemah. Oleh sebab itu, kita yang bergelut dalam penegakan hukum untuk terus memegang teguh prinsip dalam menegakkan hukum dan keadilan serta melaksanakan tugas dan menjalankan amanah rakyat di bidang peradilan sesuai dengan nilai-nilai suci yang difirmankan Allah, konstitusi, dan peraturan perundang-undangan.

Wallahu a'lam bi showab

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart

Jambi, 3 Juli 2025

Dr. Chazim Maksalina, M.H.