Kultum Ramadhan Asri Damsy, Tafsir Surat Al-Fatihah
PTA JAMBI-Senin (4/6/2018) bertempat di Mushalla al-Taufiq PTA Jambi di langsungkan Kultum Ramadhan yang rutin di laksanakan setiap hari kerja setelah melaksanakan Solat Dzuhur, kali ini Drs. Asri Damsy, SH., MH memberikan Kultum.
Dalam kesempatan ini Asri Damsy, SH., MH menjelaskan tentang tafsir Surat Al-Fatihah yang di kutip dari beberapa Mufasir, sebagaimana penjelasan beliau bahwa :
“Abu Hurairah r.a. meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : "Demi (Allah) yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah Allah menurunkan satu suratpun yang semisal dengan Surat Al-Fatihah, baik itu di Taurat, Injil maupun di Al-Qur'an".
Surah Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan termasuk surah Makkiyah, menurut pendapat Abdullah bin Abbas, Qatadah, dan Abul Aliyah. Dinamakan Al-Fatihah yang berarti 'Pembuka', karena surat ini merupakan pembuka (permulaan) dari Al-Qur'an secara tulisan. Dinamakan juga dengan Ummul Qur'an (induk Al-Qur'an), karena seluruh Al-Qur'an berkisar pada pokok-pokok yang dikandungnya, terang Asri Damsy.
Kemudian Asri Damsy melanjutkan kultumnya, dinamakan juga dengan Ash-Shalah, karena ia merupakan rukun shalat. Shalat tidak sah tanpanya. Dinamakan dengan Asy-Syifaa', yang berarti obat, karena Al-Fatihah bisa dijadikan obat untuk dua jenis penyakit, dhahir maupun batin, dan masih ada lagi beberapa nama lainnya untuk surat Al-Fatihah ini. Tafsir Ayat Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaa'iry, dalam Aisaru At-Tafaasir-nya menjelaskan makna ayat-ayat dari surat yang mulia ini.
Beliau menulis, Allah SWT memberitahukan bahwa segala macam pujian, baik itu berupa sifat keagungan atau kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sebab, Dia-lah Rabb dari segala sesuatu, Pencipta dan Pemiliknya. Kewajiban kita adalah memujiNya. Kemudian Allah SWT mengagungkan diriNya sendiri, bahwa Dia-lah yang menguasai segala yang ada di hari kiamat. Pada hari itu, tidak seorang pun berkuasa atas orang lain.
Dia (Allah SWT)-lah satu-satunya pemilik dan Penguasa. Selanjutnya Allah SWT mengajarkan kepada kita, suatu cara agar permintaan dan doa kita diterima/dikabulkan. Dengan kata lain, Allah SWT berfirman : "Pujilah Allah dan agungkanlah Ia, serta konsistenlah dengan hanya beribadah dan meminta pertolongan kepadaNya, bukan kepada yang lain." Lalu dengan pengajaran dari Allah SWT, seorang hamba akan meminta kepada Allah SWT untuk dirinya dan saudara-saudaranya, agar hidayah yang Allah SWT berikan kepada mereka dilanggengkan, sehingga tidak terputus.
Akhirnya, setelah mereka meminta ditunjukkan kepada 'jalan yang lurus', Allah SWT menjelaskan, yang dimaksud dengan jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberi nikmat, yang itu merupakan manhaj (konsep) yang lurus, yang akan mengantarkan seorang hamba kepada keridhaan Allah SWT dan jannahNya. Jalan itu adalah Islam, yang tegak berdiri di atas pondasi iman, ilmu dan amal, disertai dengan menjauhi kemusyrikan dan kemaksiatan. Jalan itu bukanlah jalannya orang-orang yang dimurkai oleh Allah SWT dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Asri Damsy juga mengutip pendapat Ibnu Katsir r.a. menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan orang-orang yang diberi nikmat adalah orang-orang yang disebut oleh Allah SWT dalam surat An-Nisaa' ayat 69. Mereka adalah para nabi, shiddiqiin, syuhada dan shalihiin. Sedangkan yang dimaksud dengan orang-orang yang mendapatkan murka adalah orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai, karena mereka tahu akan kebenaran, tetapi mereka berpaling darinya. Adapun orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani.
Mereka bodoh dan beribadah menurut kemauan mereka sendiri, tanpa ilmu. Sebenarnya, baik Yahudi maupun Nasrani, semuanya sama-sama mendapat murka dan tersesat. Hanya saja, sifat khusus 'mendapatkan murka' diperuntukkan bagi Yahudi, karena mereka tidak mau beramal, dan sifat khusus 'tersesat' disandangkan kepada orang-orang Nasrani, karena tidak mau berilmu. Maka kalau kita tidak mau berilmu atau beramal, berarti sejenis dengan Nasrani atau Yahudi”, terang Asri Damsy ( RR/Jurdilaga )
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas