Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Jl. KH. Agus Salim, Kota Baru - Jambi

Telp. 0741-40131, Fax. 0741-445293, Email : ptajambi@yahoo.com

Logo Artikel

152 HJ ASLIHAH TAHUKAH KAMU SIAPA YANG MENDUSTAKAN AGAMA

Hj Aslihah: Tahukah Kamu Siapa yang Mendustakan Agama?

Hj AslihahPTA JAMBI – Hakim tinggi PTA Jambi. Dra. Hj. Aslihah Muzani, SH, membuka tausyiahnya dihadapan hakim tinggi, pejabat struktural fungsional, serta staf PTA Jambi di Musholla At Taufiq, Senin (16/07/2013) dengan sebuah kalimat tanya.

Namun kalimat tanya tersebut mengandung banyak makna, sehingga membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menguraikannya.

 

Dikatakan hakim tinggi ini, penggalan tersebut merupakan arti dari ayat pertama dari surat Al Ma’un. Bahkan katanya, turunnya surat Al-Ma’un berdasarkan pada riwayat Ibnu Mudzir ialah berkenaan degan orang-orang munafik yang memamerkan shalat kepada orang yang beriman.

‘’Mereka melakukan shalat dengan riya’, dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihatnya serta menolak memberikan bantuan kepada orang miskin dan anak yatim,’’ ujarnya.

Dia menegaskan, jika dalam percakapan sehari-hari. kalimat tanya di awal pembuka pembicaraan biasa kita lakukan bukan karena tidak tahu, tetapi meminta agar pendengar benar-benar memperhatikan bahwa apa yang akan diungkapkan selanjutnya adalah informasi yang penting, dalam teori pendidikan kontekstual learning bertanya di awal sesi belajar memusatkan perhatian siswa.

Kalau kita pehatikan ayat-ayat Al-quran sebagian bernada menyindir, bertanya, mengancam, memuji itu karena memang Al-quran diturunkan sebagai bentuk komunikasi antara Allah dengan makhluknya, sehingga pertanyaan pertama yang diberikan Allah kepada kita dalam ayat ini wajib diperhatikan. Ayat kedua adalah jawaban lugas dari pertanyaan sebelumnya, bahwa salah satu ciri pendusta agama adalah orang yang menghardik anak yatim.

Dia menambahkan, pada ayat ketiga menurut Prof. Dr. Quraisy Shihab dalam Tafsir Al-quran Al karim menyatakan paling tidak ada 2 hal yang patut disimak dalam ayat 3 surat ini.

Pertama ayat tersebut tidak berbicara tentang kewajiban ”memberi makan” orang miskin, tapi berbicara ”menganjurkan memberi makan”. Itu berarti mereka yang tidak memiliki kelebihan apapun dituntut pula untuk berperan sebagai ”penganjur pemberi makanan terhadap orang miskin” atau dengan kata lain, kalau tidak mampu secara langsung, minimal kita menganjurkan orang-orang yang mampu untuk memperhatikan nasib mereka.

‘’Peran ini sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, selama mereka bisa merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula mengundang setiap orang untuk ikut merasakan penderitaan dan kebutuhan orang lain, walaupun dia sendiri tidak mampu mengulurkan bantuan materil kepada mereka,’’ tukasnya.

Tak hanya itu saja, dari ayat pertama sampai ketiga dalam tafsir kontekstual Alquran yang ditulis H. Ali Yasir menyimpulkan bahwa seseorang yang memilki kelebihan harta tidak boleh jumawa lalu meninggalkan kewajibannya peduli terhadap sesama, ada sebagian orang yang memiliki kekurangan harta merupakan sebuah ujian bagi mereka yang berkecukupan apakah peduli terhadap perubahan nasib anak yatim, dhuafa dan mereka yang kekurangan.

‘’Selain itu pada konteks kekinian bagi mereka yang disibukkan oleh dunia sepanjang waktu semestinya memberikan keluangan waktu untuk bermasyarakat, peduli terhadap sesama juga tidak melalaikan Sholat,’’ sebutnya lagi.

Menurut dia, Sholat adalah ibadah utama ummat Islam, selain menjadi amal ibadah yang pertama kali dihisab.

‘’Bahwa Sholat menempati posisi penting dalam Islam, tetapi juga bisa menyebabkan kecelakaan memerintahkan kita untuk waspada dan selalu rendah hati bahwa diterima atau ditolak suatu ibadah mutlak hak Allah, tidak ada manusia yang diberikan legitimasi menyatakan ibadahnya sudah cukup mengantarkannya pada surganya Allah, sehingga harus terus berusaha,’’ tegasnya.

Soal lalai dalam Sholat Suatu hari dia menceritakan sebuah riwayat, Sayyidah Fathimah as bertanya kepada Rasulullah saw, “Yâ Abatah, apa yang akan didapatkan oleh orang yang melecehkan shalatnya, menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan?” Rasul bersabda, “Hai Fathimah, barang siapa yang melecehkan shalatnya menganggap enteng kepada shalatnya, baik laki-laki maupun perempuan, Tuhan akan menyiksanya dengan lima belas perkara. Enam perkara di dunia, tiga pada saat ia mati, tiga lagi pada waktu ia berada di kuburnya, dan tiga perkara pada Hari Kiamat, ketika ia keluar dari kuburnya.”

Oleh karena itu, dalam surat Al-Ma’un ini ditegaskan bahwa tujuan agama Islam diturunkan adalah sebagai pembawa cinta pada alam semesta sehingga kepribadian Muslim adalah mereka yang penuh cinta kasih terhadap semua aspek-aspek yang ada di alam semesta ini. Kemudian, kaum muslimin secara individual maupun kolektif dituntut mampu menyeimbangkan antara hablumminallah dengan hablumminannas, antara kepentingan duniawiyah dengan ukhrawi dengan maksud mencari ridho Allah dan terakhir, Setiap ibadah yang dilakukan hanya karena Allah, bukan karena manusia atau maksud-maksud tertentu yang melenceng pada penghambaan kepada Allah seperti motif politik, kekuasaan, ekonomi, dan sebagainya. (Nop/Jurdilaga PTA Jambi)

 


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas