Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Jl. KH. Agus Salim, Kota Baru - Jambi

Telp. 0741-40131, Fax. 0741-445293, Email : ptajambi@yahoo.com

Logo Artikel

7147 MEMBANGUN PERADILAN AGAMA YANG HUMANIS

Membangun Peradilan Agama yang Humanis

GEDUNG PTA OK

Peradilan yang sejuk, berwibawa dan manusiawi adalah harapan semua orang. Untuk menyederhanakan ulasan ini, penulis memilih istilah peradilan humanis. Peradilan humanis bisa berarti menciptakan sistem peradilan yang tidak hanya berpegang teguh pada hukum, tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan restoratif (proses dan tujuan mengupayakan pemulihan, bukan pembalasan) dan pendekatan yang lebih empatik terhadap para pencari keadilan. Ada beberapa sisi penting untuk mewujudkan orientasi peradilan seperti ini.

Pertama, pelayanan yang ramah dan profesional harus menjadi prioritas utama. Para pencari keadilan harus benar-benar terlayani. Oleh karena itu pengadilan berkomitmen memberikan layanan yang mudah diakses dan tidak berbelit-belit. Oleh karena itu dalam layanan sehari-hari sejak masuk di pos keamanan, sampai meja PTSP seluruh aparat peradilan wajib menerapkan 5 S (salam, senyum, sapa, sopan dan santun).

Memastikan petugas peradilan memiliki sikap empati dan ramah terhadap semua pihak. Hal ini sangat penting untuk memberi kesan peradilan adalah institusi yang sejuk dan inklusiv.            Termasuk membangun wilayah humanis adalah menyediakan informasi yang jelas dan transparan mengenai prosedur hukum. Semua lingkungan peradilan sekarang sudah memberi informasi prosedur berperkara baik secara manual maupun digital.

Satu lagi yang wajib dilaksanakan sebagaimana disinggung di atas 5 S (kl di PTA Jambi 7 S), dalam membangun peradilan humanis adalah menerapkan filisofi 5 R yang diadopsi dari filosofi Jepang 5 S, yaitu, ringkas atau seiri, rapi atau seiton, resik atau seiso, rawat atau seiketsu, rajin atau shitsuke.

Cara penerapan 5R atau 5S, sebagai berikut:  Ringkas atau seiri merupakan prinsip membuang yang tidak perlu dan menyimpan yang bermanfaat atau yang diperlukan. Rapi atau seiton menyimpan barang sesuai tempatnya. Resik atau seiso merupakan prinsip yang harus menjadi kebiasaan dan dilaksanakan oleh setiap orang, mulai dari bawahan hingga atasan tanpa terkecuali. Rawat atau seiketsu menjaga eksistensi hasil yang telah diwujudkan pada ringkas, rapi, resik (3R) sebelumnya, dengan membuat standardisasi atau membakukannya.

Rajin atau shitsuke merupakan kebiasaan baik yang harus dibudayakan di tempat kerja. Rajin diupayakan menjadi kebiasaan yang dimulai dari masing-masing individu untuk meningkatkan eksistensi yang telah tercapai di tempat kerja. 

Kedua, penyelesaian sengketa secara damai (Mediation & Restorative Justice)            Mengedepankan musyawarah dan mediasi sebagai solusi utama sebelum litigasi. Optimalisasi Perma Nomor 1 Tahun 2016 (Mediasi) dan Perma Nomor 1 Tahun 2024 (Keadilan Restoratif). Keberhasilan peradilan saat ini diukur dari kesuksesan menyelesaikan sengketa melalui mediasi.

Memfasilitasi pendekatan win-win solution bagi para pihak yang bersengketa merupakan tujuan utama   (main goal) dalam penyelesaian berperkara. Lebih khusus dalam sengketa hukum keluarga perkawinan, perceraian, waris harus menggunakan pendekatan yang lebih lunak agar kekeluargaan di antara mereka tetap terjaga.

Ketiga, Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Peradilan sebagai benteng terakhir keadilan, harus memastikan keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara perwalian, nafkah, dan perceraian. Jaminan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian harus ada kepastian sesuai dengan aturan perundangan dan putusan pengadilan harus dapat dieksekusi.

Memberikan pendampingan hukum bagi kelompok rentan. Pengadilan wajib memberikan pelayanan prima sebagai wujud excellent court bagi pencari keadilan terlebih bagi kelompok rentan. Demikian pula peradilan agama wajib menerapkan perspektif gender dalam putusan-putusannya.

Yang ke empat, pemanfaatan teknologi dalam Peradilan. Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik Digitalisasi layanan peradilan untuk mempermudah akses informasi dan pengajuan perkara. Aturan ini menjadi dasar penggunaan e-court dan e-litigation untuk mempercepat proses peradilan dan menekan biaya perkara. Demikian pula melalui digitalisasi dimaksudkan transparansi dalam publikasi putusan dapat lebih mudah duakses, agar masyarakat bisa belajar dari kasus sebelumnya.

Yang kelima, peningkatan kapasitas hakim dan aparatur peradilan. Pelatihan rutin bagi hakim dan staf peradilan dalam aspek hukum, etika, dan pelayanan publik, perlu terus menerus dilakukan secara konsisten. Dengan meningkatkan pemahaman mereka terhadap psikologi sosial, mediasi, dan pendekatan berbasis empati. Mendorong kajian-kajian hukum yang mengedepankan aspek keadilan sosial.

Akhirnya dengan pendekatan ini, Peradilan Agama tidak hanya menjadi institusi hukum tetapi juga menjadi pilar keadilan yang benar-benar memberikan solusi yang adil, cepat, sederhana, biaya murah dan bermartabat bagi pencari keadilan.

Wallahu a'lam bi showab

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in

Wass Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart

Jambi, 2 Juli 2025

Dr. Chazim Maksalina, M.H.


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas