Info Delegasi
Pengadilan Tinggi
Logo Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Tinggi Agama Jambi

Jl. KH. Agus Salim, Kota Baru - Jambi

Telp. 0741-40131, Fax. 0741-445293, Email : ptajambi@yahoo.com

Logo Artikel

1240 NASKAH AKADEMIS MEDIASI

NASKAH AKADEMIS

Judul : Naskah Akademis Mediasi
Penerbit : Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I
Penyusun : Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I
Jumlah hlm : -
Tahun terbit : 2007


buku-mediasi-th-2007Sinopsis :

Tulisan singkat mengenai Mediasi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Rl, tahun 2007 untuk mengetahui apakah pasal 130 HIR/154Rbg yang mengatur kewajiban hakim untuk mendamaikan para pihak yang berpekara, telah dijalankan dengan baik, dan untuk mencari tahu apa yang menjadi hambatan-hambatan dalam penerapannya. Disamping untuk memberikan masukan dalam pembentukan PERMA tentang Mediasi (yang sekarang dalam proses penyelesaian kerjasama Mahkamah Agung R1, IICT dengan JICA).

Mediasi sebenarnya bersifat universal artinya bahwa di negara manapun sama pelaksanaanya, namun meskipun demikian tetap ada perbedaan-perbedaan, oleh karena adanya perbedaan sistem hukum suatu negara. Secara umum mediasi dapat diartikan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak memihak untuk tujuan tercapainya suatu mufakat. Atau dengan kata lain, mediator sebagai pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.

Di dalam tulisan ini juga akan diuraikan secara singkat tentang prinsip-prinsip mediasi, baik secara sukarela (voluntarily) maupun tidak sukarela (involuntarily),'

Dalam hukum di Indonesia, praktek mediasi pada umumnya juga didasarkan pada pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Dalam konteks sengketa konsumen penggunaan mediasi bersifat sukarela sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999. Pada perkembangannya kemudian penggunaan mediasi ada yang bersifat wajib untuk konteks-­konteks tertentu. Di Indonesia mediasi bersifat wajib sampai saat ini diberlakukan untuk sengketa-sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penggunaan prosedur mediasi wajib dalam hal ini dimungkinkan karena hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, HIR dan RBG menyediakan dasar hukum yang kuat. Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG menyatakan bahwa hakim diwajibkan untuk terlebih dahulu mengupayakan proses perdamaian. Dengan demikian, penggunaan mediasi yang bersifat wajib dalam kaitannya dengan proses peradilan perdata di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat pads tingkat undang-undang, sehingga tidak menimbulkan persoalan dari aspek hukum.

Uraian implementasi mediasi pada Singapore Mediation Center dan Court Mediation yang diterapkan di Pengadilan di Singapore untuk dijadikan sebagai studi banding dan tolak ukur kemungkinan pembentukan Lembaga Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, dan Mediasi di dalam Pengadilan (Court Annexed Mediation) di Indonesia.

Pandangan penerapan di negara lain ini penting sebagai perbandingan hukum dan sebagai tambahan wawasan bagi pembacanya, sehingga dapat diperoleh formulasi, bagaimana proses mediasi yang cocok dengan system hukum di Indonesia.

Ada beberapa alasan mengapa mediasi sebagai bagian dari alternetif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia seperti :

  1. Faktor Ekonomis, dimana alternatif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesai­kan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu.
  2. Faktor ruang lingkup yang dibahas, alternatif penyelesaian sengketa memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel.
  3. Faktor pembinaan hubungan baik,  dimana alternatif penyelesaian sengketa yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang.
  4. Adanya tuntutan bisnis Internasional, yang akan member­lakukan sistem perdagangan bebas, meningkatnya jumlah dan bobot sengketa di masyarakat, sehingga perlu dicari cara dan sistem penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efesien.
  5. Era globalisasi mengharuskan adanya suatu sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan dengan laju kecepatan perkembangan perekonomian dan perdagangan yang menuju pasar bebas (free market) dan persaingan bebas (free competition) dan untuk itu harus ada suatu lembaga yang mewadahinya.

Dengan berlakunya PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan untuk melengkapi wawasan para pembacanya maka dalam Naskah Akademis ini akan diuraikan implementasi PERMA tersebut dan kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasinya.

Disamping alasan-alasan tersebut, juga untuk memperoleh informasi apakah proses mediasi di dalam pengadilan dapat dipergunakan untuk tujuan mengurangi perkara-perkara yang masuk ke Mahkamah Agung. Karena sesuai dengan data yang diperoleh terakhir, perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung yang belum diperiksa pada tahun 2005 sudah mencapai kurang lebih 16.000 perkara, dan pada tahun 2006 telah berkurang menjadi kurang lebih 12.000-13.000, sehingga keberhasilan proses mediasi di pengadilan ini, diharapkan, dapat digunakan sebagai salah satu jalan keluar dari permasalahan tersebut.

Namun ternyata keberhasilan PERMA tersebut belumlah sebagaimana yang diharapkan. Dan berkurangnya tumpukan perkara di Mahkamah Agung bukanlah disebabkan karena berhasilnya pelaksanaan Proses Mediasi di Pengadilan. melalui PERMA No. 2 Tahun 2003, karena berdasarkan evaluasi keberhasilan PERMA No. 2 Tahun 2003 kurang dari 5%.

Sebagai wawasan tambahan juga akan diuraikan secara singkat tentang Mediasi oleh Bank Indonesia atau Lembaga Independen. Adanya Peraturan Bank Indonesia atau Surat Edaran Gubernur Bank Indonesia yang mensyaratkan agar di dalam setiap kontrak di sektor perbankan wajib mencantumkan klausula penyelesaian sengketa yang menyebutkan mediasi sebagai pilihan pertama upaya penyelesaian sengketa sebelum ke proses pengadilan.

Meskipun tidak lazim dalam suatu proses penelitian, karena longgarnya waktu yang diberikan, maka waktu tersebut digunakan juga untuk memberikan sosialisasi proses mediasi kepada responder yang semuanya hakim, untuk menerima tambahan wawasan dari para nara sumber penelitian ini.

Pada kesempatan ini, saya atas Nama Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Takdir Rahmadi SH,LLM yang memberi wawasan tentang Mediasi di Perbankan, Prof. Dr. Ningrum Natasia Sirait, Fahmi Sahab SH,MH, Kurnia Yani Dharmono SH,MH sebagai nara sumber, dan seluruh peneliti, staf Litbang atas bantuannya dalam mensukseskan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat digunakan kepada mereka yang berminat untuk mengetahui lebih banyak tentang Mediasi dan sebagai konsep awal bagi terwujudnya penyusunan perubahan PERMA tentang Mediasi dimasa-masa mendatang.

Kepada segenap pihak yang telah membantu penyelesaian tulisan ini, saya sebagai Koordinator Penelitian ini mengucapkan terima kasih, dan demi kesempurnaan naskah ini kami mengharapkan kritik yang konstruktif.

Link baca


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas