Analisis Hukum Keluarga Via SEMA

PERADILAN AGAMA

Penulis telah membahas Penerapan Pasal-Pasal Alasan Perceraian sampai lima tulisan sebelumnya. Hari ini penulis ingin menganalisis alasan perceraian dari sisi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang telah direlease dari tahun ke tahun. Sebagaimana kita ketahui SEMA hasil pleno Kamar telah dibukukan sejak tahun 2012 hingga tahun 2024. Dalam tulisan ini hanya memilah yang terkait dengan hukum keluarga saja. Oleh karena itu yang berhubungan dengan hukum waris, hibah, wasiat dan wakaf atau ekonomi syari'ah tidak dibahas.

Berdasarkan SEMA Nomor 04 Tahun 2014 angka 4. Bahwa gugatan Cerai dapat dikabulkan jika fakta menunjukkan rumah tangga sudah pecah (broken marriage) dengan indikasi antara lain:

- sudah ada upaya damai tapi tidak berhasil

- sudah tidak ada komunikasi

- salah satu pihak atau masing-masing pihak sudah meninggalkan kewajibannya sebagai suami isteri

- telah terjadi pisah ranjang atau tempat tinggal bersama

- hal-hal lain yang ditemukan dalam persidangan (seperti adanya WIL, PIL, KDRT, main judi dan lain-lain)

Dalam SEMA ini mempertegas bahwa alasan perceraian didasarkan pada pecahnya perkawinan (broken marriage) bukan didasarkan mencari (sebab) siapa yang salah (matrimonial guilt). Apabila hakim telah menemukan fakta hukum baik berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat dan tergugat baik dalam persidangan maupun fakta yang muncul dalam persidangan itu sendiri, maka gugatan perceraian tersebut dapat dikabulkan tanpa melihat siapa yang salah atau siapa yang menjadi penyebab perceraian tersebut.

Pada SEMA Nomor 03 Tahun 2018, rapat pleno Mahkamah Agung 1-3 November 2018, perceraian dengan alasan pecah perkawinan (broken marriage) telah menyempurnakan Rumusan Kamar Agama dalam SEMA Nomor 04 Tahun 2014 tersebut, sehingga berbunyi:

"Hakim hendaknya mempertimbangkan secara cukup dan seksama dalam mengadili perkara perceraian, karena perceraian itu akan mengakhiri lembaga perkawinan yang bersifat sakral, mengubah status hukum dari halal menjadi haram, berdampak luas bagi struktur masyarakat dan menyangkut pertanggungjawaban dunia akhirat, oleh karena itu perceraian hanya dapat dikabulkan jika perkawinan sudah pecah (broken marriage) dengan indikator yang secara nyata telah terbukti".

Selanjutnya pada SEMA Nomor 01 Tahun 2022, pada angka 1 huruf b poin (1) dan poin (2) Mahkamah Agung telah merumuskan dalam hukum perkawinan, yang berbunyi:

b. Dalam upaya mempertahankan suatu perkawinan dan memenuhi prinsip mempersulit perceraian maka:

1. Perceraian dengan alasan suami/isteri tidak mekaksanakan kewajiban nafkah lahir dan/atau batin, hanya dapat dikabulkan jika terbukti suami/isteri tidak melaksanakan kewajibannya setelah minimal 12 (dua bekas) bulan; atau

2. Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/isteri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tinggal selama minimal 6 (enam) bulan.

Jadi berpedoman pada bunyi rumusan tersebut apabila suami isteri tidak saling memenuhi kewajibannya kurang dari 12 bulan atau terjadi pertengkaran terus menerus dan dilanjutkan dengan pisah ranjang (tempat tinggal) tetapi kurang dari 6 (enam) bulan, maka alasan perceraian tersebut akan dikesampingkan hakim.

Menariknya berdasarkan Rumusan Kamar Agama Tahun 2023 yaitu SEMA Nomor 03 Tahun 2023, Mahkamah Agung kembali menyempurnakan rumusan hukum Kamar Agama angka 1 huruf b poin 2 dalam SEMA Nomor 01 Tahun 2022 yaitu: "Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/isteri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama 6 (enam) bulan" sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/isteri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT".

Dengan adanya bunyi rumusan ini maka meskipun pertengkaran atau perselisihan antara suami isteri belum sampai 6 bulan, misalnya beru satu bulan akan tetapi karena salah satu pihak melakukan KDRT terhadap pihak lain, hakim dapat mengabulkan gugatan (Cerai gugat) atau permohonan (Cerai talak) tersebut.

Dari tulisan sederhana ini, diharapkan hakim untuk terus mengupdate pengetahuan tentang peraturan perundangan khususnya Rumusan Hukum Kamar Agama hasil rapat pleno yang menjadi Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

Wallahu a'lam bi showab

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi ajma'in

 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat pagi, salam sehat, solid, speed, smart

Jambi, 21 Agustus 2025

 

Dr. Chazim Maksalina, M.H.